Selamat Datang diblog Saya

Minggu, 02 Oktober 2016

DOMAIN PERILAKU
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan pendidikan. Bahwa dalam suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yakni:
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (knowledge)
Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan. (attitude)
Tindakan atau praktek yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan. (practice)
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu lebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya. Oleh karena itu menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Pada akhirnya, rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Akan tetapi, di dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh subjek dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru dengan mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus disadari oleh pengetahuan atau sikap.
I.1.       Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Proses yang terjadi pada saat seseorang mengadopsi perilaku baru secara berurutan ( Rogers, 1974), yaitu:
Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan akan menyebabkan perilaku baru yang bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
I.1.1     Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif.
1. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .
Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:  menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan,  menyatakan.
Contoh : menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dari protein pada anak balita.
2. Memahami (comprehension).
Merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan  dapat menginterpretasikan  materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan.
Contoh : dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Dapat diartikan  sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip.
Misalnya: Dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis)
Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.
Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja :
* dapat menggambarkan (membuat bagan)
* membedakan
* memisahkan
* mengelompokan.
5. Sintesis (synthesis)
Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada).
Misalnya :  dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi  atau objek.
Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
Misalnya :        Dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak  kekurangan gizi.
Dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat.
Dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB.
I.1.2     Pengukuran pengetahuan
Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman pengetahuan. Isi materi dapat diukur dengan metode wawancara atau angket sedangkan kedalaman pengetahuan dapat diukur berdasarkan tingkatan pengetahuan.
I.2.       Sikap
Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat , merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut :
“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings and pro or conection tendencies will respect to social object” (Krech et al, 1982)
“An individual’s social attitude is an syndrome of respons consistency with regard to social objects.” (Cambell, 1950)
“A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exerting derective or dynamic influence up on the individual’s respons to all objects and situations with which it is related”. (Allpor, 1954)
“Attitute entails an existing predisposition to respons to social abjects which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and direct the obert behavior of the individual.” (Cardno, 1955)
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Lihat diagram)
Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, Allport (1954):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek
2. Kehidupan emosional  terhadap suatu obyek
3. Kecenderungan untuk bertindak
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh seorang ibu telah mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio.
Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio ini.
I.2.1.    Tingkatan Sikap.
1.         Menerima (receiving).
Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang  diberikan (objek).
Misalnya : Sikap orang terhadap gizi dapat terlihat dari kesediaan dan
perhatian terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2.         Merespon (responding).
Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan bahwa orang  menerima ide.
3.         Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
Misalnya :  Seorang ibu mengajak ibu lainnya (tetangga, saudara dsb) untuk pergi menimbangkan anaknya  ke posyandu.
Berdasarkan contoh diatas, ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap  gizi anak.
4.         Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun                        mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya
I.2.2.    Pengukuran sikap :
Secara langsung  dapat ditanyakan bagaimana  pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.
Misalnya : bagaimana pendapat Anda tentang pelayanan di Rumah Sakit ?.
Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
Contoh :Apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan  posyandu ? Jawaban : ( setuju , tidak setuju )
I.3.       Tindakan (Praktek)
Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau dilihat. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
I.3.1. Tingkatan praktek
1.    Persepsi (perception)
Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan  yang  akan diambil.
Misalnya : Ibu dapat memilih makanan yang bergizi untuk                            anak balitanya.
2.     Respon terpimpin (guided response).
Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan  sesuai dengan contoh.
Misalnya : Ibu memasak sayur dengan benar, yaitu mulai dari cara mencuci, memotong dan lamanya memasak.
3.      Mekanisme (mecanism).
Mekanisme yaitu dapat melakukan  dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan
Misalnya : Mengimunisasikan bayinya tanpa  perintah atau ajakan
orang lain.
4.       Adopsi (adoption).
Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata lain, dapat memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya : ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi
tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana
I.3.2.    Pengukuran praktek :
1.      Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan beberapa jam,hari atau bulan yang lalu.
2.      Langsung :mengobservasi  tindakan atau kegiatan  responden.

IPTEK serta Perkembangannya
Ilmu pengetahuan muncul sebagai akibat dari aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia tertinggal jauh dan sangat memprihatinkan dibanding Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat bahkan pula di Negara-negara Asia misalnya Jepang dan China. Hal ini disebabkan karena :
Masih terbatasnya orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat terutama pendidikan tinggi.
Kurangnya keinginan dari pemerintah maupun perusahaan swasta yang ada di Indonesia untuk melakukan ahli teknologi
Tidak adanya inovasi teknologi yang berarti di dalam masyarakat indonesia itu sendiri,ilmu pengetahuan dan teknologi di indonesia mulai berkembang dimana ditandai dangan adanya perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian seperti lembaga ilmu pengetahuan (LIPI) dan juga badan pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT)
Dampak Positif perkembangan IPTEK :
1. Memberikan berbagai kemudahan           
Perkembangan IPTEK mampu membantu manusia dalam beraktifitas. Terutama yang berhubungan dengan kegiatan perindustrian dan telekomunikasi. Namun, dampak dari perkembangan IPTEK juga berdampak ke berbagai hal seperti kegiatan pertanian, yang dulunya membajak sawah dengan menggunakan alat tradisional, kini sudah menggunakan peralatan mesin.sehingga aktifitas penanaman dapat lebih cepat di laksanakan tanpa memakan waktu yang lama dan tidak pula terlalu membutuhkan tenaga yang banyak. Ini adalah contoh kecil efek positif perkembangan IPTEK di dalam membantu aktifitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mempermudah meluasnya berbagai informasi
Informasi merupakan hal yang sangat penting bagi kita, dimana tanpa informasi kita akan serba ketinggaln. terlebih lagi ketika berbagai media cetak dan elektronik berkembang pesat. Hal ini memaksa kita untuk mau tidak mau harus bisa dan selalu mendapatkan berbagai informasi. Pada masa dahulu, kegiatan pengiriman berita sangat lambat, hal ini di karenakan kegiatan tersebut masih di lakukan secara tradisional baik itu secara lisan maupun dengan menggunakan sepucuk surat. Namun sekarang kegiatan semacam ini sudah hampir punah, dimana perkembangan IPTEK telah merubah segalanya, dan kita pun tidak perlu menunggu lama untuk mengirim atau menerima berita.
3. Bertambahnya pengetahuan dan wawasan
Komputer dahulu termasuk jenis peralatan yang sangat canggih, dimana hanya orang-orang tertentu yang mampu membelinya apalagi menggunakannya. Namun seiring dengan perkembangan iptek, peralatan elektronik seperti computer, internet, dan handphone (Hp) sudah menjadi benda yang menjamur. Dimana tidak hanya orang-orang tertentu yang mampu menggunakannya, bahkan anak-anak di bawah umurpun dapat menggunakannya. Inilah pengaruh positif perkembangan iptek di era globalisasi terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat kita.

Dampak negatif  perkembangan IPTEK :
1. Mempengaruhi pola berpikir
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang agresif dan penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama sekali dengan adanya berbagai perubahan pada berbagai peralatan elektronik. Namun ternyata perkembangan tersebut tidak hanya berdampak terhadap pola berpikir anak, juga berdampak terhadap pola berpikir orang dewasa dan orang tua. Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita di sajikan dengan berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.
2. Hilangnya budaya Tradisional
Dengan berdirinya berbagai gedung mewah seperti mal, perhotelan dll, mengakibatkan hilangnya budaya tradisional seperti kegiatan dalam perdagangan yang dulunya lebih di kenal sebagai pasar tradisional kini berubah menjadi pasar modern. Begitu juga terhadap pergaulan anak-anak dan remaja yang sekarang sudah mengarah kepada pergaulan bebas.
3. Banyak menimbulkan berbagai kerusakan
Indonesia di kenal sebagai Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, namun hingga akhir ini, Indonesia lebih di kenal sebagai Negara yang sedang berkembang dan terus berkembang entah sampai kapan. Dan kita juga tidak mengetahui kapan istilah Negara berkembang tersebut berubah menjadi Negara maju. Salah satu contoh kecil yang lebih spesifik adalah beberapa tahun yang lalu sekitar di bawah tahun 2004, kota pekanbaru yang terletak di propinsi Riau, lebih di kenal sebagi kota “Seribu Hutan”, namun dalam waktu yang relative singkat, istilah seribu hutan kini telah berubah menjadi istilah yang lebih modern, yakni kota “Seribu Ruko” di mana dalam waktu yang singkat, perkembangan pembangunan di kota ini amat sangat pesat. Mulaialah berdiri berbagai kegiatan industri, Perhotelan, Mal, dan Gedung-gedung bertingkat serta perumahan berdiri di mana-mana.akibatnya aktifitas tradisional lumpuh, hutan gundul sehingga banyak menimbulkan berbagai macam bencana seperti banjir, tanah longsor serta polusi terjadi di mana-mana. Inilah dampak yang harus di terima masyarakat kita hingga ke anak cucu.
HASIL ANALISIS INDIKATOR MAKRO KEPENDUDUKAN
1. Dinamika Kependudukan
Dinamika kependudukan adalah perubahan kependudukan untuk suatu daerah tertentu dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk akan selalu dikaitkan dengan tingkat kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk atau migrasi baik perpindahan ke luar maupun ke luar. Pertumbuhan penduduk adalah peningkatan atau penurunan jumlah penduduk suatu daerah dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan penduduk yang minus berarti jumlah penduduk yang ada pada suatu daerah mengalami penurunan yang bisa disebabkan oleh banyak hal. Pertumbuhan penduduk meningkat jika jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari luar ke dalam lebih besar dari jumlah kematian dan perpindahan penduduk dari dalam ke luar.
Dalam dinamika kependudukan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan kependudukan tersebut. Faktor-faktor tersebut yaitu: 1). Faktor Kelahiran (Fertilitas); 2). Faktor Kematian (Mortalitas); dan 3). Migrasi (Perpindahan Penduduk).
Faktor-faktor tersebutlah yang sangat menentukan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia, karena di dalam faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi faktor-faktor tersendiri lagi. Untuk itu, akan dibahas satu persatu mengenai faktor-faktor tersebut, yaitu:
1. Faktor Kelahiran (Fertilitas)
Di dalam faktor kelahiran (fertilitas) ini, terdapat faktor-faktor pendukung yang menunjang dan menghambat kelahiran (fertilitas) di Indonesia, yaitu:
a. Penunjang Kelahiran (Pro Fertilitas) antara lain :
1. Kawin usia muda
2. Pandangan “banyak anak banyak rezeki”
3. Anak menjadi harapan bagi orang tua sebagai pencari nafkah
4. Anak merupakan penentu status social
5. Anak merupakan penerus keturunan terutama anak laki-laki.
b. Penghambat Kelahiran (Anti Fertilitas) antara lain :
1. Pelaksanan Program Keluarga Berencana (KB)
2. Penundaan usia perkawinan dengan alasan menyelesaikan pendidikan
3. Semakin banyak wanita karir.
Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR)
Angka kelahiran kasar ini yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran per 1000 penduduk dalam waktu 1 tahun.
2. Faktor Kematian (Mortalitas)
Di dalam faktor kematian (mortalitas) ini, juga terdapat faktor-faktor pendukung di dalamnya, yang bertujuan untuk menunjang dan menghambat kematian (mortalitas) di Indonesia, faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Penunjang Kematian (Pro Mortalitas) antara lain :
1. Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
2. Fasilitas kesehatan yang belum memadai
3. Keadaan gizi penduduk yang rendah
4. Terjadinya bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir
5. Peparangan, wabah penyakit, pembunuhan
b. Penghambat Kematian (Anti Mortalitas) antara lain :
1. Meningkatnya kesadaran penduduk akan pentingnya kesehatan
2. Fasilitas kesehatan yang memadai
3. Meningkatnya keadaan gizi penduduk
4. Memperbanyak tenaga medis seperti dokter, dan bidan
5. Kemajuan di bidang kedokteran.
c. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
Angka kematian kasar adalah jumlah kematian setiap 1000 penduduk dalam waktu satu tahun.
3. Faktor Migrasi (Perpindahan Penduduk)
Di dalam faktor migrasi (perpindahan penduduk) ini, juga terdapat faktor-faktor pendukung yang menunjang dan menghambat migrasi, yaitu antara lain: a). Pendidikan; b). Ekonomi; c). Tekhnologi dan informasi; d). Modernisasi, dan e). Lapangan kerja.
1.1 Dinamika Kependudukan di Jawa Timur
Dinamika kependudukan di Jawa Timur, ditinjau dari aspek kuantitas, penduduk Jawa Timur tahun 2010 berjumlah 37.565.757 jiwa, dan merupakan ranking ke-2 penduduk terbanyak setelah Jawa Barat. Dilihat dari tren laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur sepanjang tahun 1970-2010, pertumbuhan penduduk Jawa Timur pada periode tersebut selalu menurun hingga 0,69%, tetapi untuk periode 2000-2010 mengalami peningkatan menjadi 0,76% (Gambar 3).
Gambar 3. Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa Timur
Struktur umum penduduk di Jawa Timur tahun 2010 mengalami “beban ganda”, dimana presentase kelompok umur muda (0-14 tahun) masih 14,58%, sedangkan presentase usia 65 tahun ke atas sudah mencapai 7,14%, dan bahkan penduduk lansia (60 tahun ke atas) mencapai 11,14%.
Di Jawa Timur sekarang ini, penduduk terbanyak berada pada usia balita (0-4 tahun), yang berarti tingkat kelahiran sangat tinggi dan dapat menyebabkan ledakan penduduk. Untuk itu, program KB (Keluarga Berencana) harus dimaksimalkan sebaik mungkin. Dan penduduk terbanyak kedua pada usia (15-29 tahun), masa dimana seorang anak mengalami proses belajar hingga pernikahan. Selanjutnya adalah usia 60 tahun ke atas, dimana pada masa ini seseorang menghadapi tahap akhir kehidupan (kematian).
2. Komposisi dan Umur Jenis Kelamin
Melalui komposisi penduduk akan dapat dilihat susunan penduduk berdasarkan karakteriatik yang relatif seragam. Contoh yang paling sering ditemukan adalah komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin. Komposisi penduduk ini merupakan faktor penting dalam demografi. Karena, hampir semua pembahasan masalah kependudukan selalu melibatkan komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin. Informasi ini sangat diperlukan, misalnya jika pemerintah ingin menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, maka perlu diketahui terlebih dulu data penduduk usia sekolah yang datanya dapat diperoleh dari komposisi penduduk berdasarkan usia. Pada uraian ini umur penduduk dikelompokkan menurut usia produktif dan non produktif.
Cara ini bermanfaat untuk menghitung atau mengetahui angka besaran ketergantungan. Berdasarkan pengelompokan ini, penduduk yang berusia 15–64 tahun dianggap usia produktif, sedangkan penduduk penduduk usia 0–14 tahun dan usia diatas 65 tahun dianggap tidak produktif.
Tabel 4. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2011
Umur 2011
L P L+P
(1) (2) (3) (4)
0 – 4 1558.9 1485.7 3044.6
5 – 9 1558.7 1494.5 1490.1
10 – 14 1571.6 1524.5 1520.8
15 – 19 1531.6 1505.5 3037.1
20 – 24 1450.3 1466.6 2916.9
25 – 29 1450.4 1508.4 2958.8
30 – 34 1477.4 1543 3020.4
35 – 39 1484.5 1535.2 3019.7
40 – 44 1437.2 1502.8 2940
45 – 49 1306.1 1376.9 2682
50 – 54 1139 1156.7 2295.7
55 – 59 906.6 878.9 1785.5
60 – 64 640.9 676.7 1317.6
65 – 69 466.6 552.8 1019.4
70 – 74 326 432.5 758.5
75+ 332.4 552.6 885
TOTAL 18638.2 19193.3 34692.1
Dari tabel 4 menunjukkan sebanyak 17.45 persen (6055.5 jiwa) penduduk berusia muda (umur dibawah 15 tahun), 74.87 persen (25973.7 jiwa) penduduk berusia produktif (umur 15-64 tahun) dan 7.68 persen (2662.9 jiwa) penduduk lansia (umur 65+). Persentase penduduk usia muda yang tinggi dapat menjadi beban yang berarti bagi penduduk usia produktif.
Ditinjau dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin, pada kelompok umur tua (60+ tahun) akan terlihat bahwa penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Hal ini menggambarkan bahwa pada usia senja penduduk perempuan lebih tinggi harapan hidupnya dibanding penduduk laki-laki.
Tabel 5. Sex Ratio Penduduk Jawa Timur Tahun 2000 dan Tahun 2010
Sumber : Hasil Pengolahan BPS Jatim
Dari table 5. diatas dapat diketahui bahwa Sex Ratio untuk semua kelompok umur adalah 97,52 tahun 2010 sedikit menurun daripada tahun 2000 sebesar 97,8. Bila dirinci menurut kelompok usia produktif dan tidak produktif, maka Sex Ratio pada kelompok umur dibawah 15 tahun adalah 105,3, kelompok umur produktif 97,6, dan sex ratio kelompok umur diatas 65 tahun sebesar 73,8.
3. Fertilitas
Salah satu ciri kependudukan di negara berkembang adalah jumlah penduduk yang banyak dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan yang tinggi ini biasanya lebih banyak disebabkan oleh proses fertilitas yang tinggi sekaligus proses mobilitas (migrasi) yang juga cenderung tinggi pula. Salah satu cara untuk mengurangi angka fertilitas/kelahiran adalah dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB) serta penundaan usia perkawinan pertama.
Tabel 6. Persentase Perempuan Jawa Timur Usia 10 Tahun Ke Atas yang Kawin di Bawah Umur (Kurang dari 17 Tahun), Tahun 2010 – 2012
Kabupaten/Kota
2010
2011
2012
Kabupaten/Kota
2010
2011
2012
01. Pacitan 21.78 18.1 14.37 20. Magetan 24.76 22.81 22.36
02. Ponorogo 24.82 20.66 22 21. Ngawi 25.72 25.42 26.81
03. Trenggalek 30.48 22.51 23.89 22. Bojonegoro 36.35 34.33 31.02
04. Tulungagung 22.34 21.81 21.9 23. Tuban 34.67 31.22 33.15
05. Blitar 22.95 22 22.08 24. Lamongan 37.44 36.37 31.56
06. Kediri 20.71 17.03 17.49 25. Gresik 22.16 21.98 16.3
07. Malang 30.05 29.79 23.6 26. Bangkalan 37.43 30.04 25.12
08. Lumajang 34.5 33.67 33.88 27. Sampang 47.45 42.75 45.12
09. Jember 40.79 38.89 36.13 28. Pamekasan 41.8 40.89 40.5
10. Banyuwangi 31.04 33.36 30.79 29. Sumenep 47.79 45.55 42.53
11. Bondowoso 58.78 59.09 52.66 71. Kediri 12.12 13.03 10.51
12. Situbondo 62.7 56.98 50.26 72. Blitar 14.98 10.72 13.37
13. Probolinggo 59.27 55.79 50.7 73. Malang 17.75 11.47 10.82
14. Pasuruan 33.63 31.62 25.81 74. Probolinggo 27.28 28.89 27.46
15. Sidoarjo 13.92 10.07 10.59 75. Pasuruan 21.88 18.87 18.69
16. Mojokerto 24.31 18.89 20.49 76. Mojokerto 13.05 11.86 10.39
17. Jombang 22.28 20.65 18.5 77. Madiun 13.32 11.31 11.84
18. Nganjuk 24.59 19.79 18.05 78. Surabaya 12.16 11.76 10.78
19. Madiun 29.47 23.59 22.58 79. Batu 26 22.59 24.72
Persentase Total 29.54
27.00 25.50
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Dari tabel 6. diatas, secara umum terlihat terjadi penurunan persentase wanita yang melakukan perkawinan pertama di usia kurang dari 17 tahun, yaitu dari 29.54 persen pada tahun 2010 turun menjadi 25.50 persen pada tahun 2012. Hal ini menggambarkan makin meningkatnya kesadaran untuk menunda perkawinan usia dini.
Tabel 7. Persentase Wanita Status Kawin Yang Sedang Ikut KB per
Metode Kontrasepsi Menurut Pendidikan Terakhir
Propinsi Jawa Timur, Tahun 2010
Pemakaian alat KB juga sangat diharapkan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Dari tabel 7. berdasarkan Susenas 2010 ditemukan bahwa sebagian besar wanita usia reproduktif yang saat ini ber KB tingkat pendidikannya hanya lulus SD (38,7 persen). Semua pengguna alat kontrasepsi ternyata berpendidikan rendah. Dapat dijelaskan juga Wanita Status Kawin yang menggunakan kontrasepsi MOW/MOP, suntik KB, implan dan Pil KB sebagian besar adalah berpendidikan lulus SD, sedangkan yang menggunakan IUD berpendidikan SLTA+.
Tabel 8. CBR (Crude Birth Rate)Kabupaten/Kota Tahun 2011 – 2012
No Kabupaten/Kota CBR CBR No Kabupaten/Kota CBR CBR
Th.2011 Th.2012 Th.2011 Th.2012
1 Kab. Pacitan 13,219 13,064 20 Kan. Magetan 1,375 13,611
2 Kab. Ponorogo 13,445 13,321 21 Kab. Ngawi 14,154 14,040
3 Kab. Trenggalek 14,084 13,895 22 Kab. Bojonegoro 15,135 14,782
4 Kab. Tulungagung 16,328 15,848 23 Kab. Tuban 15,876 15,484
5 Kab. Blitar 16,128 15,761 24 Kab. Lamongan 14,882 14,642
6 Kab. Kediri 17,233 16,820 25 Kab. Gresik 18,605 18,018
7 Kab. Malang 16,967 16,591 26 Kab. Bangkalan 19,422 19,504
8 Kab. Lumajang 15.7 15,384 27 Kab. Sampang 19,924 19,879
9 Kab. Jember 17,647 17,386 28 Kab. Pamekasan 17,944 17,707
10 Kab. Banyuwangi 15,614 15,316 29 Kab. Sumenep 14,774 14,410
11 Kab. Bondowoso 15,442 15,005 71 Kota Kediri 17,483 17,314
12 Kab. Situbondo 15,643 15,291 72 Kota Blitar 17,712 17,448
13 Kab. Probolinggo 18,239 17,829 73 Kota Malang 17,454 17,357
14 Kab. Pasuruan 17,784 17,364 74 Kota Probolinggo 17,968 17,584
15 Kab. Sidoarjo 18,272 17,560 75 Kota Pasuruan 17,653 19,204
16 Kab. Mojokerto 17,204 16,820 76 Kota Mojokerto 18,115 17,529
17 Kab. Jombang 17,588 17,244 77 Kota Madiun 15,264 15,141
18 Kab. Nganjuk 16.3 15,947 78 Kota Surabaya 17,976 17,331
19 Kab. Madiun 1,426 14,029 79 Kota Batu 17,476 16,967
Sumber: BPS Jatim (diolah dengan Methode Asossiasi Fertilitas) Jawa Timur 16,560 16,142
Salah satu faktor yang ikut berperan dalam penghitungan angka pertumbuhan penduduk adalah fertilitas (kelahiran). Untuk mengetahui tingkat kelahiran hidup antara lain dengan menggunakan rumus CBR (Crude Birth Rate). CBR adalah banyaknya kelahiran hidup pada setiap seribu orang penduduk. Dari data pada tabel 8. dapat diketahui bahwa tingkat kelahiran kasar di Jawa Timur dari waktu ke waktu terus menurun. Namun demikian perlu mendapat perhatian karena dengan jumlah Penduduk Jawa Timur yang besar, dengan CBR 16,14 tersebut maka jumlah kelahiran selama setahun adalah sebanyak 614.175 kelahiran. Ini artinya setiap bulan ada kelahiran sejumlah 51.181 kelahiran dan setiap hari ada 1.706 kelahiran.
4. Mortalitas dan Morbiditas
Peristiwa mortalitas (kematian) pada dasarnya merupakan kejadian akhir dari peristiwa morbiditas (kesakitan). Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena akibat yang spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun, hingga, rata-rata mortalitas sebesar 9.5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian per tahun. Mortalitas berbeda dengan morbiditas yang merujuk pada jumlah individual yang memiliki penyakit selama periode waktu tertentu.
Pengertian morbiditas (kesakitan) adalah kondisi seseorang dikatakan sakit apabila keluhan kesehatan yang dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari yaitu tidak dapat melakukan kegiatan seperti bekerja, mengurus rumah tangga dan kegiatan lainnya secara normal sebagaimana biasanya (BPS RI, 2009). Morbiditas (kesakitan) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi morbiditas, menunjukkan derajat kesehatan penduduk semakin buruk. Sebaliknya semakin rendah morbiditas (kesakitan) menunjukkan derajat kesehatan penduduk 2 yang semakin baik (BPS RI, 2009). Berdasarkan hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2010 sekitar 28,46% penduduk mempunyai keluhan kesehatan dengan rincian 15,32% hingga menyebabkan terganggunya aktivitas dan 13,14% tidak mengganggu aktivitasnya. Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal masyarakat (community based data) melalui studi morbiditas dan hasil pengumpulan data, baik dari Dinas Kesehatan yang dalam hal ini bersumber dari puskesmas maupun dari sarana pelayanan kesehatan (fasility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan. Dengan demikian upaya pencegahan (preventif) terhadap morbiditas jauh lebih efektif daripada upaya pengobatan (kuratif) dalam menurunkan kejadian mortalitas.
Morbiditas dan mortalitas penduduk adalah kejadian yang selalu berubah-ubah, karena dipengaruhi oleh banyak faktor baik medis maupun non-medis. Di Propinsi Jawa Timur sendiri pembangunan di bidang kesehatan memperlihatkan perkembangan yang cukup bermakna. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai kemajuan telah berhasil dicapai seperti terjadinya penurunan angka kematian bayi, balita dan meningkatnya angka harapan hidup. Bayi dan Balita merupakan golongan masyarakat yang dianggap paling rawan dari aspek kesehatan. Indikator yang berkaitan dengan kesakitan dan kematian bayi dan balita merupakan indikator penting untuk mengukur kondisi sosial dan kesehatan masyarakat, karena indikator ini terkait dengan kondisi lingkungan yang buruk, kemiskinan dan buta huruf yang selanjutnya digunakan sebagai tolok ukur hasil pembangunan sosial ekonomi suatu negara. Oleh karenanya ada yang berpendapat bahwa taraf hidup kesehatan bayi dan balita adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena bagaimana pun juga anak-anak adalah generasi penerus sehingga merupakan sumber daya manusia guna menunjang pembangunan di masa mendatang.
Berdasarkan sensus penduduk 1990 AKB di Jawa Timur 64, menurun menjadi 44 pada tahun 2000 dan menurun lagi menjadi 30 pada tahun 2010. Penurunan angka kematian bayi identik dengan peningkatan angka harapan hidup (AHH). AHH mencerminkan lamanya usia seorang bayi baru lahir diharapkan hidup. Adapun Rincian AKB dan AHH per kabupaten/kota dapat dilihat dalam table 9.
Tabel 9. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH) Penduduk Jawa Timur Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2011 – 2012
Kabupaten/Kota AKB AHH Kabupaten/Kota AKB AHH
2011 2012 2011 2012 2011 2012 2011 2012
(1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5)
01. Pacitan 22.93 22.63 71.47 71.58 20. Magetan 23.21 22.85 71.37 71.5
02. Ponorogo 27.32 27.03 70.39 70.48 21. Ngawi 27.46 27.06 70.35 70.47
03. Trenggalek 21.85 21.41 71.92 72.02 22. Bojonegoro 38.89 38.67 67.29 67.35
04. Tulungagung 22.27 22.02 71.65 71.8 23. Tuban 34.84 34.41 68.11 68.24
05. Blitar 23.71 23.71 71.19 71.19 24. Lamongan 34.02 33.72 68.36 68.45
06. Kediri 29.07 27.79 69.86 70.25 25. Gresik 23.46 23.27 71.28 71.35
07. Malang 30.75 30.46 69.35 69.44 26. Bangkalan 54.22 54.56 63.72 63.64
08. Lumajang 38.55 37.89 67.38 67.56 27. Sampang 55.11 54.48 63.51 63.66
09. Jember 56.45 56.33 63.19 63.22 28. Pamekasan 51.66 50.69 64.33 64.56
10. Banyuwangi 35.04 34.81 68.05 68.12 29. Sumenep 48.47 48.42 65.09 65.1
11. Bondowoso 54.35 53.93 63.69 63.79 71. Kota Kediri 25.1 24.85 70.69 70.78
12. Situbondo 54.6 54.94 63.63 63.55 72. Kota Blitar 20.02 19.5 72.52 72.71
13. Probolinggo 64.19 63.51 61.36 61.52 73. Kota Malang 25.26 24.74 70.63 70.82
14. Pasuruan 51.62 51.07 64.34 64.47 74. Kota Probolinggo 25.6 25.12 70.51 70.68
15. Sidoarjo 23.88 24.27 71.13 70.99 75. Kota Pasuruan 41.31 39.45 66.64 67.14
16. Mojokerto 25.57 25.54 70.56 70.53 76. Kota Mojokerto 22.21 21.88 71.73 71.85
17. Jombang 27.03 27.56 70.48 70.32 77. Kota Madiun 23.43 23.24 71.29 71.36
18. Nganjuk 31.45 31.12 69.14 69.24 78. Kota Surabaya 23.35 23.18 71.32 71.38
19. Madiun 31.35 31.18 69.17 69.22 79. Kota Batu 29.27 28.87 69.8 69.92
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Jawa Timur 34.18 33.85 68.59 68.69
Dari tabel diatas dapat diamati bahwa IMR di Jawa Timur mengalami menurunan dari waktu ke waktu. Pada tahun 2012, rata-rata total AKB sebesar 33.85. Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya (tahun 2011) yang angkanya sebesar 34.18. Menurunnya tingkat kematian bayi tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran penduduk dalam melaksanakan pola hidup sehat dan meningkatnya gizi keluarga serta diimbangi dengan peningkatan pelayanan kesehatan oleh pemerintah dengan jangkauan yang lebih luas.
5. Migrasi atau Mobilitas
Dari tabel di bawah ini mengenai proyeksi migrasi dengan input data jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 maka akan jelas berapa besar jumlah migrasi netto. Data migrasi yang digunakan untuk perhitungan proyeksi adalah Age Spesific Net Migration Rate (ASNMR) yang dapat diperoleh dari pengurangan data penduduk hasil sensus penduduk tahun 2000 Dengan hasil perhitungan penduduk tanpa migrasi tahun 2000. Nilai perbedaan untuk setiap kelompok umur merupakan Age Spesific Migration (ASNM).
Berdasarkan data maka diketahui bahwa migrasi netto untuk penduduk perempuan pada tahun 2000 sebesar –597.946. Sedangkan untuk laki-laki sebesar –549.073. Ini berarti bahwa jumlah migrasi minus (-) menunjukkan bahwa banyak penduduk Jawa Timur baik laki-laki maupun perempuan melakukan migrasi ke luar Jawa Timur. Meskipun secara keseluruhan penduduk Jawa Timur cenderung melakukan migrasi keluar, akan tetapi masih ada migrasi masuk baik pada penduduk laki-laki maupun perempuan terutama pada kelompok usia produktif. Pada penduduk perempuan migrasi masuk terjadi pada penduduk usia 25-29 tahun sebanyak 89.423 orang, kelompok usia 65-69 tahun sebanyak 16.919 orang dan usia diatas 75 tahun sebanyak 25.280 orang. Sedangkan pada penduduk laki-laki migrasi masuk terjadi pada kelompok umur 30-34 tahun sebanyak 147.813 orang, kelompok 35-39 tahun sebanyak 30.627 orang kelompok umur 40-44 tahun sebanyak 4.207 orang dan usia diatas 75 tahun sebanyak 23.557 orang.
Terjadinya migrasi masuk pada penduduk Jawa Timur terutama pada kelompok usia produktif kemungkinan banyak disebabkan karena penduduk Jawa Timur banyak yang bekerja diluar Jawa Timur maupun diluar negeri sebagai TKI dan TKW.
Table 10. Jumlah migrasi Netto Penduduk Perempuan Propinsi Jawa Timur
Umur Estimasi Pnduduk Perempuan 2000 Sensus Penduduk Perempuan 2000 Selisih ASNM ASNMR
(1) (2) (3) (4) = (3)-(2) (5) =(4)/(3)
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 41
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
75+
Tak terjawab 1.496.017
1.458.666
1.471.624
1.911.417
1.600.884
1.554.476
1.566.440
1.548.737
1.219.007
1.008.481
821.190
706.290
652.844
450.463
397.528
313.963
2178 1.405.802
1.442.361
1.468.422
1.682.742
1.590.378
1.643.899
1.518.150
1.460.080
1.204.473
942.658
761.570
633.940
645.735
467.382
364.494
339.243
1.397 -90.215
-16.305
-3.202
-228.675
-10.506
89.423
-48.290
-88.657
-14.534
-65.823
-50.620
-72.350
-7.109
16.919
-33.034
25.280
-781 -0.064173333
-0.011304382
-0.002180572
-0.135984272
-0.006605976
0.054396894
-0.032223429
-0.060720645
-0.012066688
-0.069827021
-0.066467954
-0.11412752
-0.01100916
0,036199511
-0,090629749
0,074518855
-0,559055118
Total
18.170.672
17.572.726
-597.946
0.0360086365
Tabel 11. Jumlah migrasi Netto Penduduk Laki-laki Propinsi Jawa Timur
Umur Estimasi Penduduk Laki-laki 2000 Sensus penduduk Laki-laki 2000 Selisih ASNM ASNMR
(1) (2) (3) (4) = (3)-(2) (5) =(4)/(3)
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 41
45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
75+
Tak terjawab 1.517.613
1.483.605
1.501.270
1.986.515
1.791.982
1.561.018
1.293.552
1.362.920
1.231.355
1.074.334
785.679
691.507
560.880
368.182
313.227
258.317
1.719 1.467.500
1.527.839
1.557.837
1.718.606
1.478.571
1.535.936
1.441.365
1.393.547
1.235.562
1.017.994
762.954
615.935
540.314
361.045
296.012
241.102
1.153 -50.133
-44.234
-56.567
-267.909
-313.411
-25.082
147.813
30.627
4.207
-56.340
-22.725
-75.572
-20.566
-7.137
-17.215
23.557
-566 -0.034148551
-0.028952003
-0.036311244
-0.155887387
-0.211968853
-0,016330107
0,102550707
0,02197773
0,003404928
-0.055344137
-0.029785544
-0.122694764
-0.038063052
-0,019767618
-0,058156426
0,097705535
-0.490893321
Total
17.742.345
17.193.272
-597.946
0.0360086365
Sumber: BPS, 2000
6. Angkatan Kerja
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting untuk menunjukkan kesejahteraan masyarakat. Banyaknya penduduk yang bekerja menggambarkan tingkat kesejahteraan yang baik, sebaliknya banyaknya penduduk yang menganggur menjadi indikator buruknya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, semakin banyak penduduk usia kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dan terserap di dunia kerja menjadi satu tanda bahwa tingkat kesejahteraan akan semakin baik. Secara umum problematika ketenagakerjaan berkaitan dengan tingkat pengangguran yang tinggi, beban ketergantungan yang juga relatif besar, dan kurang meratanya penyerapan tenaga kerja pada berbagai macam sektor lapangan usaha. Pegangguran ini merupakan akibat dari peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah lapangan kerja.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tenaga kerja di propinsi Jawa Timur dikelompokkan menjadi tiga yaitu angkatan kerja, bukan angkatan kerja dan bekerja. Data tentang ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat ditunjukkan dalam Tabel 12. berikut ini:
Tabel 12. Jumlah Angkatan Kerja, Bukan Angkatan Kerja dan Bekerja
Di Jawa Timur Tahun 2003 – 2010 (orang)
Sumber: Susenas 2006 dan hasil survei penduduk tahun 2007,2010
Tabel 12. menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu dari 19.086.228 orang (2003) menjadi 20.338.568 orang (2009) atau meningkat sebesar 6,56% dan mengalami penurunan pada tahun 2010 yaitu menjadi sebesar 19.527.000 (Agustus 2010), sedangkan jumlah bukan angkatan kerja mengalami penurunan, yaitu dari 11.200.347 orang (2003) menjadi 828.943 orang (2010).
Dan jumlah orang bekerja selama kurun waktu 2003–2010 mengalami peningkatan dari 14.367.981 orang (2003) menjadi 18.698.108 orang (2010) atau meningkat sebesar 30,14%. Ini berarti jumlah orang yang siap bekerja (angkatan kerja) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sedangkan jumlah orang masih mencari pekerjaan dan menganggur mengalami penurunan. Dan data tentang jumlah tenaga kerja yang bekerja dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan.
7. Pendidikan
Salah satu sasaran pembangunan adalah pembangunan bidang pengetahuan dan teknologi dengan tujuan meningkatkan kemampuan, memanfaatkan, mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan prioritas pembangunan, didukung oleh peningkatan kualitas SDM dengan dilandaskan nilai spritual, moral, dan etik sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa serta ketakwaan terhadap Tuhan YME.
Untuk mencapai tujuan tersebut kualitas sumber daya manusia memegang peranan penting, sehingga perlu dipersiapkan. Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia berkaitan erat dengan pembangunan di bidang pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan sarana intelektual manusia. Pengukuran kinerja makro untuk bidang Pendidikan bertujuan untuk menilai keberhasilan pembangunan Jawa Timur di bidang Pendidikan.
Maju atau tidaknya suatu daerah sangat di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu daerah di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan manusia maka manusia tersebut akan semakin tangguh dalam mengarungi arus kemajuan jaman dan menjalani kehidupan. Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1% tidak tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur tamat SMA+. Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke bawah.
Gambar 4. Persentase Penduduk Buta Aksara Menurut Kelompok Umur dan Tahun
Tabel 13. Penduduk Berumur 5 Tahun Keatas Menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Kelompok Umur Pendidikan tertinggi yang ditamatkan
Tidak/Belum Pernah Sekolah Tidak/Belum Tamat SD SD/MI/Sederajat SLTP/MTs/
Sederajat SLTA/MA/
Sederajat SM
Kejuruan Diploma
I/II Diploma
III Diploma IV/
Universitas S2/S3 Jumlah
5-6 620,424 569,820 0 0 0 0 0 0 0 0 1,190,244
7-12 83,836 3,406,533 316,558 0 0 0 0 0 0 0 3,806,927
13-15 17,731 187,338 1,312,532 416,244 0 0 0 0 0 0 1,933,845
16-18 18,928 38,859 371,206 1,071,811 278,273 31,548 0 0 0 0 1,810,625
19-24 50,871 70,951 718,086 914,005 1,276,598 155,750 36,689 34,801 73,214 930 3,331,895
25-29 66,464 74,600 841,089 843,940 880,738 124,410 44,430 49,060 199,467 4,818 3,129,016
30-34 94,623 89,990 1,026,689 699,794 730,533 88,149 28,243 38,145 178,186 6,981 2,981,333
35-39 147,802 118,310 1,168,737 637,318 669,772 63,545 18,884 28,553 161,729 8,563 3,023,213
40-44 271,159 182,974 1,209,381 441,031 556,266 45,776 15,574 24,193 159,110 11,551 2,917,015
45-49 377,267 243,287 1,202,947 278,839 309,873 26,549 12,885 19,175 127,049 13,040 2,610,911
50-54 439,646 256,842 1,021,514 207,337 183,214 20,275 9,662 13,305 68,096 9,692 2,229,583
55-59 399,974 218,609 729,926 141,919 126,080 14,832 9,114 9,577 35,837 5,338 1,691,206
60-64 419,924 182,488 449,938 78,563 72,606 7,972 7,145 7,798 17,724 2,463 1,246,621
65-69 400,109 165,468 323,729 54,270 46,581 4,916 3,135 4,571 8,699 1,157 1,012,635
70-74 379,646 136,025 190,270 27,020 24,742 2,853 1,272 2,180 3,471 480 767,959
75-79 243,924 85,890 103,396 10,789 8,894 1,045 407 867 1,234 167 456,613
80-84 146,229 48,201 50,717 5,413 3,494 358 104 289 369 67 255,241
85-89 58,645 19,105 18,695 1,862 1,173 104 31 64 111 22 99,812
90-94 21,956 6,364 5,166 848 662 63 17 31 116 5 35,228
95+ 13,459 3,218 3,083 1,113 1,430 187 44 85 290 16 22,925
Jumlah 4,272,617 6,104,872 11,063,659 5,832,116 5,170,929 588,332 187,636 232,694 1,034,702 65,290 34,552,847
Sumber: Data Sensus Penduduk 2010 – Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
Dari Tabel 13. Terlihat bahwa jenjang pendidikan yang paling banyak dimiliki oleh penduduk Jaw Timur adalah pada jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau SD/MI/Sederajat yaitu sebesar 11.063.659 atau sekitar 32,02% dari total 34.552.847 penduduk Provinsi Jawa Timur yang telah menamatkan pendidikannya. Jika diperhatikan tingkat pendidikan SD/MI/Sederajat menempati urutan pertama tingkat pendidikan yang paling banyak ditamatkan oleh penduduk Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 32,02 persen sedangkan yang berpendidikan akademi maupun sarjana hanya sekitar 29,95 persen. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, mengingat bahwa era globalisasi sebentar lagi akan berlangsung dan persaingan untuk memperoleh kesempatan kerja semakin ketat dengan akan masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia. Peningkatan pendidikan Keterampilan perlu dilakukan mengingat bahwa sebagian besar peluang kerja membutuhkan tenaga terdidik yang memiliki ketrampilan khusus.
D. KESIMPULAN
1. Jumlah penduduk Jawa Timur berdasarkan sensus penduduk 2010 sebanyak 37.565.757 jiwa, terdiri dari 18.503.516 laki-laki dan 18.973.241 perempuan. Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang jumlah penduduknya paling banyak adalah Kota Surabaya yang mencapai 2.765.487 jiwa diikuti oleh Kabupaten Malang sebesar 2.446.218 jiwa dan Kabupaten Jember 2.332.726 jiwa.
2. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate = CBR) adalah jumlah kelahiran per 1000 penduduk untuk periode 1 tahun. Dikatakan kasar, karena sebagai penyebutnya adalah jumlah penduduk keseluruhan, tanpa mempertimbangkan resiko kelahiran. Di Jawa Timur, per 2010 CBR nya adalah sebesar 15.754. Ini artinya jumlah kelahiran selama setahun di Jawa Timur adalah sebanyak 590.408 kelahiran, setiap bulan ada 49.201 kelahiran dan setiap hari ada 1.640 kelahiran.
3. Situasi derajat kesehatan penduduk Jawa Timur sudah baik. AHH meningkat, AKB menurun, dan mayoritas masyarakat sudah menyadari arti penting kesehatan lingkungan.
4. Situasi Ketenagakerjaan jumlah orang yang siap bekerja (angkatan kerja) dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sedangkan jumlah orang masih mencari pekerjaan dan menganggur mengalami penurunan.
5. Sedangkan untuk Migrasi, penduduk penduduk Jawa Timur cenderung melakukan Migrasi keluar daerah Jawa Timur sehingga migrasi nettonya minus. Semua itu bisa jadi disebabkan karena semakin sulitnya mencari lapangan pekerjaan, pendapan yang rendah dan juga semakin menipisnya sumber daya alam dan semakin sempitnya lahan.
6. Sampai saat ini, masih ada 11,98% penduduk Jawa Timur yang buta huruf. Data tingkat pendidikan menunjukkan bahwa 2,7% penduduk Jawa Timur tidak bersekolah, 9,1% tidak tamat SD, 38,7% tamat SD, 22,5% tamat SMP dan 27% penduduk jawa Timur tamat SMA+. Sebagian besar penduduk Jawa Timur masih berpendidikan SMP ke bawah.

GAMBARAN UMUM PENDUDUK JAWA TIMUR
Penduduk Jawa Timur menurut hasil sensus penduduk pada tahun 1980, 1990, 2000, dan 2010 berturut-turut berjumlah 29.188.852 jiwa, 32.503.815 jiwa, 34.765.998 jiwa dan 37.565.757 jiwa (Gambar 1). Jumlah penduduk Jawa Timur ini adalah ranking 2 terbanyak setelah Provinsi Jawa Barat. Penduduk terbanyak di Jawa Timur adalah di Kota Surabaya, disusul Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah di Kota Blitar, disusul Kota Mojokerto dan Kota Madiun.
Gambar 1. Hasil Proyeksi Penduduk 2010-2035
Laju pertumbuhan penduduk selama periode 1980-1990, 1990–2000 dan 2000-2010 berturut-turut adalah 1,08 persen per tahun, 0,70 persen per tahun dan 0,76 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur ini lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia periode 1980-1990 sebesar 1,97 persen per tahun, periode 1990-2000 sebesar 1,45 persen per tahun, dan periode 2000-2010 yang sebesar 1,49 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk selama periode 2000-1010 tertinggi di Kabupaten Sidoarjo yaitu 2,211% pertahun, disusul Kabupaten Gresik 1,602% pertahun, dan Kabupaten Sampang 1,598% pertahun. Sedangkan Laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten Lamongan (-0,022%), Kabupaten Ngawi (0,056%) dan Kabupaten Magetan (0,085%).
Tabel 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa Timur Tahun 1980-
2010
Sumber Data Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan
Sensus Penduduk 1980
Sensus Penduduk 1990
Sensus Penduduk 2000
Sensus Penduduk 2010 29.188.852 jiwa
32.503.815 jiwa
34.765.998 jiwa
37.565.757 jiwa 1,49
1,08
0,70
0,76
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Provinsi Jawa Timur menurut Sensus Penduduk tahun 2000 adalah 17.193.272 laki-laki dan 17.572.726 perempuan, sedangkan menurut Sensus Penduduk 2010 adalah 18.503.516 laki-laki dan 18.973.241 perempuan. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan dinyatakan dengan suatu ukuran yang dikenal dengan Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio). Pada umumnya Rasio Jenis Kelamin dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan. Pada tahun 2000 Rasio Jenis Kelamin penduduk Jawa Timur adalah 97,8. Maksudnya, untuk setiap 100 perempuan di provinsi ini terdapat 97,8 laki-laki. Jumlah tersebut mendekati keseimbangan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Ini menunjukkan bahwa setiap laki-laki mempunyai peluang yang besar untuk memiliki satu istri. Pada tahun 2010 Rasio Jenis Kelamin penduduk Jawa Timur adalah 97,5. Nampak terjadi penurun Rasio Jenis Kelamin. Ini berarti terjadi penurunan jumlah penduduk laki-laki, lebih banyak penduduk laki-laki yang bermigrasi ke luar wilayah Provinsi Jawa Timur.
Tabel 2. Rasio Jenis Kelamin Penduduk Jawa Timur Tahun 2000
dan Tahun 2010
Kelompok
Umur Rasio Jenis Kelamin
Tahun 2000 Tahun 2010
0 – 14 th
15 – 64 th
65 th – keatas 105,5
97,2
76,7 105,3
97,6
73,8
Jumlah 97,8 97,5
Sumber: SP 2000 dan 2010
Bila dirinci menurut kelompok usia produktif dan tidak produktif, maka Sex Ratio pada kelompok umur dibawah 15 tahun adalah 105,3, kelompok umur produktif 97,6, dan sex ratio kelompok umur diatas 65 tahun sebesar 73,8.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, kepadatan penduduk Jawa Timur adalah 781 jiwa per km persegi. Di antara Kabupaten/Kota paling padat adalah Kota Surabaya yaitu 8.355 jiwa per km persegi, disusul Kota Malang 7.457 jiwa per km persegi. Sementara Kabupaten/Kota paling rendah kepadatan penduduknya adalah Kabupaten Pacitan 381 jiwa per km persegi, disusul Kabupaten Situbondo 392 jiwa per km persegi.
Keadaan ini mengindikasikan bahwa terjadi disparitas distribusi penduduk antar kabupaten/ kota. Dari 38 kabupaten/ kota, daerah yang berstatus sebagai kota menunjukkan kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang berstatus sebagai kabupaten. Boleh jadi daerah dengan tingkat perkembangan ekonomi yang baik akan menumbuhkan pemusatan penduduk ke daerah tersebut sebagai kawasan untuk kegiatan kehidupan mereka. Kondisi demikian mendorong penduduk untuk bermigrasi yang mengakibatkan kepadatan penduduk semakin besar.
Angka Kematian Bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan salah satu indikator demografi untuk mengetahui kualitas penduduk di suatu wilayah. Semakin rendah angka IMR menggambarkan semakin membaiknya kualitas penduduk. Angka Kematian Bayi di Provinsi Jawa Timur tahun 1990, 2000 dan 2010 terus mengalami penurunan. Jika tahun 1990 masih sebesar 64,0 per 1000 kelahiran hidup, maka tahun 2010 sebesar 29,9 per 1000 kelahiran hidup.
Tabel 3. Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Jawa Timur
Sumber Data Tingkat Kematian Bayi
Sensus Penduduk 1990
Sensus Penduduk 2000
Sensus Penduduk 2010 64,0
44,0
29,9
Sumber : Hasil Pengolahan BPS Jatim
Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur tahun 2012 sebesar 7,5% melampaui pertumbuhan ekonomi nasional 6,7%. Angka tersebut meningkat daripada tahun 2011 dimana pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 7,22% sedangkan nasional 6,5%. Angka kemiskinan di Jawa Timur juga terus mnurun. Ini artinya berbagai program penanggulangan kemiskinan di Jawa Timur memberikan hasil cukup signifikan. Pada 2005 terdapat 22,51% penduduk miskin di Jawa Timur, kemudian menurun menjadi 19,89% pada 2006. Persentase penduduk miskin menunjukkan kecenderungan terus menurun. Pada 2007, menjadi 18,89%, dan pada 2008 kembali menurun menjadi 16,97%. Akhirnya berdasarkan data dari BPS Pusat 2011, Penduduk miskindi Provinsi Jawa Timur tahun 2011 adalah sebesar 14,23% terdapat di Perkotaan sebesar 9,87% dan di Perdesaan sebesar 18,19%. Semetara persentase penduduk miskin nasional adalah sebesar 12,49%.
Penurunan kemiskinan tersebut seiring dengan itu terjadinya peningkatan TPAK dan penurunan pengangguran di Jawa Timur. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Provinsi Jawa Timur tahun 2007 sampai 2011 cenderung meningkat. Jika pada tahun 2007 sebesar 68,99, tahun 2008 sebesar 69,31, tahun 2009 sebesar 69,25, tahun 2010 sebesar 69,08 dan tahun 2011 sebesar 69,49. Sementara itu hasil pendataan Badan Pusat Statistik melalui Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah penganggur di Jawa Timur yang cukup berarti. Jika tahun 2007 sebesar 6,79%, tahun 2008 sebesar 6,42%, tahun 2009 sebesar 5,08%, tahun 2010 sebesar 4,25% dan tahun 2011 sebesar 4,16%.
Kondisi IPM Provinsi Jawa Timur mengalami fluktuatif bila diukur mulaisebelum krisis sampai tahun 2010. Pada tahun 1996 IPM Provinsi Jawa Timur sebesar 65,5, pada tahun 1999 mengalami penurunan menjadi 61,8. Kemudian pada tahun 2002 kembali mengalami kenaikan menjadi 62,64 dan pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi 65,89 dimana posisi ini hampir sama dengan kondisi sebelum krisis ekonomi. Selanjutnya IPM tahun 2008 sebesar 70,38 dan tahun 2010 menjadi 71,55. Peningkatan IPM Provinsi Jawa Timur dari tahun 2002 sampai 2010 ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik dan tentu saja tidak terlepas dari kontribusi komponen penentunya.
















Categories

Unordered List

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget